Minggu, 08 Mei 2016

cerpen pengalaman mengharukan terbaru.


+1000X RINTANGAN MERAIH SUKSES

Kubersihkan potongan singkong yang telah aku kulitin. Aku berbincang-bincang dengan inang sambil menunggu rebusan singkong matang. Amang dulu kamu udah mendaftar kuliah kan?? Jurusan apa yang mau kau ambil amang?? Tanya inang kepadaku. Jurusan seni rupa inang. Kan sudah taunya inang dan amang hobby ku sehari-hari. Walaupun masih bisa dikit-dikit ga papanya itu nang, di kuliah itu bisanya makin banyak pengalaman dan ilmu itu kidapat. Jawabku dengan hati-hati kepada inang.
Kaulah ya mang, kalo amang dan inangmu ini manalah tau itu kami hanya tamat sd nya dulu sama amang mu itu karena tidak ada uang oppung (kakek/nenek) mu dulu nyekolahkan kami. Walaupun kamu mati-matian untuk nyekolahkan kalian mati-matian pun jadilah, asalkan keinginan kalian terpenuhi dan jangan ada penyesalan kalian suatu saat nanti sama kami amang dan inang mu. Kata-kata inang itu yang selalu menghantui pikiranku. Kupikirkan kata-kata inang itu sebelum aku tidur di kamarku.
        Seminggu telah tiba, hari itu adalah hari yang telah aku janjikan dengan amang dan inang untuk pergi mendaftar ulang kuliah ku. Aku kuliah di salah satu perguruan tinggi seni di sumatra barat. Inang amang berangkatlah aku ya, doakan aku inang amang agar sehat-sehat selalu, kataku sambil memeluk inang dan amang. Tak tahan menahan air mata jatuh dari mataku, kupeluk erat amang dan inang, aku berjanji kepada mereka akan kubahagiakan masa tua mereka jika aku sukses nanti.
Aku berjalan dari halaman rumah, berat rasanya meninggalkan tanah kelahiran tempat ku bertumbuh hingga saat ini, kulambaikan tangan dengan air mata yang begitu deras di pipiku. Inang juga tak dapat menahan air matanya saat aku meningggalkan mereka. Kubalikkan wajahku dan rasanya tidak ingin pergi meninggalka  keluargaku.
Setiap harinya inang menelepon aku menanyakan kabarku setelah aku jauh dari mereka, aku menjalani kuliah dengan semangat, aku selalu mengingat pesan dari amang dan inang.
       Satu tahun berlalu aku menjali kuliahku, sudah terasa beratnya tanggungan orang tuaku. Sering kali aku takut meminta uang dari orang tuaku, aku sering menangis disudut rumah kos ku, aku membayangkan orangtua ku yang kerja banting tulang untuk biaya kuliahku dan sekolah adikku. Setiap aku minta uang aku selalu takut, berat rasanya aku ngomong dengan orang tuaku kalau tentang uang.
       Saat malam berganti pagi, perut kecilku sudah mulai ribut tak menentu, hanya 20 ribu rupiah sisa uang di kantong, aku berpikir untuk beli apa uang ini agar bisa menahan perut laparku beberapa hari ini.
Aku berjalan dengan muka lesu dan pucat mendekati warung nasi di sekitaran rumah kos ku. Pa bisa beli nasi sayur? Tanyaku kepada bapak penjaga warung nasi itu. Tidak menjawab dan muka terpaksa dia bergegas membungkus nasi dengan sayur saja. Ingin menangis rasanya. Hati kecilku seperti disayat dan diberi asam, perih sangat-sangat perih. Aku mengulurkan tangan memberi uang 20 ribuan kepada penjaga warung nasi itu, tanpa kata kata Dia mengembalikan 15 ribu kepada saya. Sampai di rumah kos aku membagi dua nasi tadi untuk bisa aku makan setengahnya dimalam hari. Aku menangis mencicipi nasi yang tidak memiliki rasa itu. Inilah hidup orang miskin. Beli makanan yang murah dicuekin, aku mengingatnya selama aku makan, air mataku tiada henti.
       Ada dendam dalam hati, yaitu dendam akan membalas semua yang aku derita dengan kemewahan dan keistimewahan kepada setiap orang. Sore tiba aku memilih untuk pergi kesebuah bukit yang tidak jauh dari rumah kostku. Aku melihat sunset matahari terbenam dengan warna indahnya, aku tersenyum kecil menatapnya, aku percaya semua akan ada waktunya. Ada waktunya menderita dan ada juga waktu untuk bahagia. Kujalani hari-hariku dengan senyum dan semangat tinggi. Karena aku tau keberhasilan tidak jauh lagi di hadapanku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar